Tren digital nomad dan munculnya desa digital adalah refleksi dari perubahan mendasar dalam cara kita memandang pekerjaan dan kehidupan.
Pandemi COVID-19 telah mengubah cara kerja banyak orang di seluruh dunia. Munculnya remote working atau bekerja jarak jauh, menjadi standar baru yang terus berkembang bahkan ketika dunia kembali pulih. Di tengah perubahan ini, tren “digital nomad” atau pekerja jarak jauh yang berkeliling dunia telah berkembang pesat.
Tahun 2024 menandai evolusi lebih lanjut dari tren ini dengan kemunculan “desa digital” atau “nomad villages” yang menawarkan kenyamanan, komunitas, dan konektivitas bagi para profesional yang ingin menggabungkan pekerjaan dengan petualangan.
Digital nomadism telah berkembang selama beberapa tahun terakhir, tetapi pandemi mempercepat tren ini secara signifikan. “Orang-orang menyadari bahwa mereka tidak lagi harus terikat pada satu tempat untuk bekerja. Yang mereka butuhkan hanyalah laptop dan koneksi internet yang stabil,” kata Sarah Johnson, seorang konsultan manajemen yang kini menjadi digital nomad, dilansir dari Forbes (2023). Sarah telah bekerja dari berbagai tempat di dunia, dari Bali hingga Lisbon, dan mencatat bahwa gaya hidup ini memberikan kebebasan untuk mengeksplorasi tempat baru tanpa mengorbankan karier mereka.
Faktor pendorong lainnya adalah meningkatnya kesadaran akan keseimbangan kerja dan kehidupan. Banyak pekerja menemukan bahwa bekerja dari rumah sepanjang waktu tidak selalu ideal, dan mereka mencari pengalaman yang lebih mendalam dan beragam.
“Bekerja dari rumah bisa membuat jenuh, terutama ketika Anda terus-menerus berada di tempat yang sama. Digital nomadisme memungkinkan kita untuk tetap produktif sambil tetap terhubung dengan dunia di luar sana,” ujar Tom Fernandez, seorang desainer grafis asal Spanyol, kepada The Guardian (2023).