“Slow fashion adalah masa depan. Konsumen mulai bertanya ‘Siapa yang membuat pakaian saya?’ dan ‘Apa dampaknya terhadap lingkungan?’ Ini adalah pertanyaan penting yang harus kita jawab dengan lebih banyak transparansi dan integritas,” kata Orsola de Castro, pendiri gerakan Fashion Revolution.
Industri fashion selalu menjadi sorotan dalam dunia gaya hidup, dan pada tahun 2024, perhatian para pecinta mode beralih ke arah yang lebih berkelanjutan. Di tengah perubahan iklim yang semakin mengkhawatirkan dan kesadaran konsumen yang meningkat terhadap dampak negatif industri fast fashion, muncul tren baru yang dikenal sebagai “slow fashion”.
Konsep ini tidak hanya menawarkan pakaian yang lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan, tetapi juga mendorong ekonomi sirkular, di mana nilai barang terus dipertahankan dan limbah diminimalkan.
Slow fashion adalah gerakan yang mengutamakan kualitas di atas kuantitas. Berbeda dengan fast fashion yang berfokus pada produksi massal, harga murah, dan tren yang berubah cepat, slow fashion menekankan pembuatan pakaian dengan proses yang lebih lambat, menggunakan bahan-bahan ramah lingkungan, dan lebih menghargai keahlian dalam pembuatan pakaian. Pendekatan ini bertujuan untuk menciptakan pakaian yang tahan lama dan bisa dipakai selama bertahun-tahun.
Menurut penelitian yang dilansir oleh The Guardian, fast fashion bertanggung jawab atas sekitar 10% dari emisi karbon global dan merupakan salah satu penyumbang terbesar terhadap pencemaran air. Dengan meningkatnya kesadaran ini, banyak konsumen mulai beralih ke merek-merek slow fashion yang lebih berkelanjutan.
Clare Press, seorang jurnalis mode dan penulis buku “Wardrobe Crisis,” mengatakan kepada Vogue bahwa, “Konsumen mulai memahami bahwa mereka memiliki kekuatan untuk membuat perubahan dengan pilihan mereka sendiri. Mereka memilih produk yang lebih etis dan sadar lingkungan.”
Akses mudah jadwal sholat, imsak, dan buka puasa harian untuk seluruh Indonesia. Informasi akurat untuk ibadah yang lebih khusyuk & berkah