
Trends.co.id, Jakarta – Penyakit jantung masih menjadi ancaman kesehatan terbesar di dunia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat lebih dari 17 juta kematian akibat penyakit tersebut setiap tahun, sementara di Indonesia jumlahnya mencapai 651.481 jiwa. Dari angka itu, penyakit jantung koroner dan stroke mendominasi. Kondisi ini menegaskan betapa pentingnya layanan kardiovaskular yang lebih maju, aman, dan terjangkau.
Menyambut Bulan Jantung Sedunia 2025, Primaya Cardiovascular Conference 2025 mengangkat tema “Beat for Life, Love Your Heart”. Konferensi yang berlangsung di Jakarta ini menghadirkan pakar kardiovaskular nasional maupun internasional untuk memaparkan terobosan medis terkini: mulai dari ablasi tanpa panas, angioplasti presisi, balon berlapis obat, hingga operasi bypass minimal invasif.
“Konferensi ini menjadi sarana untuk memastikan bahwa standar layanan kardiovaskular di Indonesia terus berkembang seiring kemajuan global. Dengan teknologi terbaru, pasien tidak hanya mendapatkan terapi yang lebih efektif, tetapi juga lebih aman dan berpusat pada kebutuhan pasien,” ujar dr. Esther Ramono, Chief Medical Officer Primaya Hospital Group.
Lebih jauh, ia menekankan bahwa teknologi harus berjalan beriringan dengan edukasi.
“Pencegahan melalui gaya hidup sehat dan deteksi dini sama berharganya dengan terapi mutakhir. Keduanya harus berjalan beriringan untuk menurunkan angka kematian akibat penyakit jantung di Indonesia,” tambahnya.
Salah satu inovasi yang dibahas adalah Ablasi PFA (Pulsed Field Ablation). Menurut Prof. Dr. dr. Yoga Yuniadi, SpJP(K) dari Primaya Hospital Kelapa Gading, metode ini lebih selektif dibanding ablasi berbasis panas. “PFA aman terhadap esofagus dan saraf. Data ADVENT trial menunjukkan efektivitas sekaligus keamanan yang lebih tinggi, menjadikannya terapi masa depan untuk atrial fibrillation,” jelasnya.
Kemajuan juga hadir pada prosedur angioplasti. dr. Bambang Budiono, SpJP(K) dari Primaya Hospital Makassar menuturkan, “Intervensi koroner kini tidak lagi cukup hanya mengandalkan angiografi. Dengan dukungan pencitraan intravaskular dan fisiologi koroner, Precision PCI memungkinkan terapi yang benar-benar personal. Pendekatan presisi ini terbukti meningkatkan keberhasilan, keamanan, serta kualitas hidup pasien dalam jangka panjang.”
Setelah puluhan tahun mengandalkan stent, kini hadir Drug-Coated Balloon (DCB). “Metode ini lebih sederhana dan tidak meninggalkan logam di pembuluh darah. Hasil penelitian menunjukkan risiko perdarahan lebih rendah, durasi obat lebih singkat, serta outcome pasien lebih baik,” ujar dr. Rony M. Santoso, SpJP(K) dari Primaya Hospital Tangerang. “Dengan demikian, tidak semua kasus penyakit jantung harus ditangani dengan pemasangan ring.”
Untuk kasus yang lebih menantang, dr. Isman Firdaus, SpJP(K) dari Primaya Hospital Bekasi Barat memaparkan tentang CTO PCI (Chronic Total Occlusion PCI).
“CTO PCI adalah prosedur kompleks untuk membuka sumbatan total kronis. Namun dengan seleksi pasien yang tepat dan teknologi pencitraan modern, angka keberhasilan kini semakin baik. Hasilnya, aliran darah pulih, gejala berkurang, dan kualitas hidup meningkat.”
Sementara itu, dr. Jayarasti Kusumanegara, SpBTKV dari Primaya Hospital Makassar menyoroti perkembangan operasi Coronary Artery Bypass Graft (CABG). Menurutnya, penggunaan graft arteri ganda terbukti menurunkan risiko kematian jangka panjang.
“Survival 12 tahun meningkat dari 54% menjadi lebih dari 63%. Ditambah lagi, teknik minimal invasif dan protokol ERAS memungkinkan pasien pulih lebih cepat dengan kebutuhan transfusi lebih sedikit,” jelasnya.
Selain teknologi, penanganan darurat juga tak kalah penting. dr. Robert Edward Saragih, SpJP(K) menegaskan bahwa intervensi cepat dengan PCI dini bisa mencegah kerusakan otot jantung lebih lanjut. Namun, semua pakar sepakat bahwa edukasi tetap menjadi garda depan.
“Sebagus apa pun teknologinya, pencegahan dan deteksi dini tetap nomor satu. Kami ingin generasi muda lebih sadar akan gaya hidup sehat, olahraga teratur, dan pemeriksaan rutin,” tutur dr. Esther menutup sesi.
Selain sebagai ajang berbagi ilmu, Primaya Cardiovascular Conference 2025 juga menjadi momentum untuk mendorong kolaborasi lintas disiplin. Harapannya, inovasi yang dibawa para pakar bisa menurunkan angka kematian akibat penyakit jantung di Indonesia—sekaligus membuka lembaran baru dalam terapi kardiovaskular di tanah air.