
TRENDS.CO.ID, Bone – Seiring dengan kemajuan zaman yang kian pesat, menjaga warisan budaya agar tetap hidup di tengah perkembangan teknologi bukanlah hal yang mudah. Namun, Komunitas Pabbicara Bone (MUARA) hadir dengan semangat baru untuk melestarikan adat Mappettu Ada, salah satu tradisi pernikahan yang telah mengakar kuat di masyarakat Bone.
Pada Selasa, 5 November 2024, di Hotel Grand Nur Watampone, pengukuhan komunitas ini sekaligus diadakan pelatihan adat Mappettu Ada, yang diikuti oleh 150 peserta dari 27 kecamatan serta perwakilan sekolah-sekolah di Kabupaten Bone.
Adat Mappettu Ada adalah tradisi yang menggambarkan keindahan proses lamaran dalam budaya masyarakat Bone, di mana prosesi ini telah dilakukan sejak zaman dahulu dan menjadi simbol keseriusan dan kehormatan dalam sebuah hubungan. Dengan semakin berkembangnya teknologi, banyak tradisi seperti ini yang mulai tergerus oleh budaya modern.
Oleh karena itu, langkah untuk melestarikan Mappettu Ada menjadi semakin penting, dan MUARA berperan sebagai wadah untuk menyatukan generasi muda dengan nilai-nilai budaya tersebut.
Asisten I Sekda Bone, H. Anwar, dalam sambutannya menegaskan pentingnya menjaga adat istiadat agar tidak tergerus oleh arus kemajuan zaman. “Meskipun teknologi terus berkembang, kita tidak boleh melupakan akar budaya kita. Tradisi Mappettu Ada yang telah dikenal hingga ke luar negeri ini harus terus dilestarikan, karena ini adalah identitas kita,” ujarnya.
“Kita bersyukur bahwa saat ini Mappettu Ada masih dilaksanakan hampir di seluruh lapisan masyarakat Bone, terutama dalam acara lamaran,” tambahnya.
Pelatihan yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan Kabupaten Bone ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang mendalam kepada generasi muda mengenai proses dan makna dari Mappettu Ada.
Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Bone, Hj. Andi Murni Arsal, menjelaskan bahwa kegiatan ini bukan hanya sekadar pengajaran adat, tetapi juga untuk memastikan keberlanjutan tradisi ini di masa depan. “Pelatihan ini memberikan pemahaman kepada generasi muda mengenai tata cara Mappettu Ada, sekaligus membentuk pabbicara baru yang akan menjadi penjaga tradisi kita,” katanya.
Menurut Hj. Andi Murni, komunitas MUARA memiliki makna filosofi yang mendalam. “MUARA itu adalah pertemuan air laut dan air tawar, yang menggambarkan bagaimana budaya dan agama dapat bersatu untuk membangun sebuah masyarakat yang kuat. Kami berharap, komunitas ini menjadi tempat untuk mempertemukan kedua unsur tersebut dalam pelestarian adat,” ujarnya penuh semangat.
Ahmad Jafar, Divisi Informasi MUARA, menambahkan bahwa komunitas ini juga bertujuan untuk menguatkan silaturahmi antar pabbicara yang ada di Kabupaten Bone serta memfasilitasi regenerasi generasi muda yang tertarik untuk menjadi bagian dari tradisi ini.
“Kami ingin menciptakan ruang bagi para pemuda untuk belajar dan berlatih menjadi pabbicara, sehingga ada kesinambungan dalam pelaksanaan Mappettu Ada,” kata Ahmad.
Harapan besar pun disampaikan oleh Ahmad, agar Komunitas MUARA bisa menjadi ikon pelestarian budaya di Sulawesi Selatan. “Di banyak daerah lain, Mappettu Ada sudah mulai terlupakan, namun di Bone kami masih menjaganya dengan baik. Bahkan, ketika ada acara Mappettu Ada di daerah lain, Pabbicara Bone selalu diundang untuk mengisi acara tersebut,” tuturnya.
Dengan dipimpin oleh Ustadz Awaluddin Syah, S.Pd.I, komunitas MUARA berkomitmen untuk menghidupkan kembali dan memperkenalkan adat Mappettu Ada kepada masyarakat luas. Ini adalah bukti nyata bahwa tradisi dan modernitas bisa berjalan beriringan, asalkan ada kesadaran dan semangat untuk menjaga warisan budaya yang telah lama ada.
Melalui kegiatan ini, kita diajak untuk merenungkan kembali nilai-nilai yang terkandung dalam setiap prosesi adat, dan bagaimana budaya bisa terus relevan di tengah dinamika zaman. Seperti muara yang menghubungkan laut dan sungai, tradisi Mappettu Ada mengalirkan kehidupan dan harapan, membawa kita kembali pada akar budaya yang harus terus kita jaga dan lestarikan.