Paslon Tegak Lurus Janji Berikan Rp7 Juta Per KK, Pengamat: Perlu Kajian APBD Mendalam

Debat Pilkada Bone kedua Senin (11/11/2024) di Bone/Foto Andi Mardana
sosmed-whatsapp-green
Trends.co.id Hadir di WhatsApp Channel
Follow

TRENDS.CO.ID, Bone – Pasangan calon (paslon) Bupati dan Wakil Bupati Bone nomor urut 2, Andi Islamuddin dan Andi Irwandi Natsir, yang dikenal dengan sebutan pasangan Tegak Lurus, memunculkan gebrakan baru dalam visi mereka. Saat Debat Pilkada kedua, Senin 11 November 2024 mereka menyampaikan janji untuk memberikan dana sebesar Rp7 juta per bulan bagi setiap kepala keluarga (KK) di Kabupaten Bone jika terpilih.

Janji ini mengundang antusiasme besar dari masyarakat, terutama kalangan bawah yang berharap akan adanya peningkatan kesejahteraan langsung melalui bantuan tersebut.

Namun, janji ini juga mengundang berbagai pertanyaan dan kritik, terutama dari kalangan pengamat dan akademisi yang menilai rencana tersebut perlu ditinjau secara realistis dari sudut pandang anggaran pemerintah daerah.

Tantangan Realistis dari Segi Anggaran: Apakah APBD Bone Mampu Mendukung?

Pengamat Pemerintahan dari Universitas Negeri Lampung, Dr. Yusdianto, memberikan tanggapan kritis terhadap janji Rp7 juta per bulan ini. Menurutnya, secara teori, pemerintah daerah memang dapat mengalokasikan anggaran untuk bantuan langsung tunai (BLT) atau sejenisnya.

Namun, pemberian bantuan dengan nominal sebesar itu perlu disesuaikan dengan kemampuan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kabupaten Bone yang saat ini terbatas.

Dr. Yusdianto mengingatkan bahwa janji bantuan sebesar Rp7 juta per bulan ini memang bisa menarik simpati, tetapi harus berdasarkan perhitungan dan kajian yang realistis. Menurutnya, salah satu faktor utama yang perlu diperhatikan adalah kapasitas anggaran daerah dan potensi pendapatan asli daerah (PAD).

Kabupaten Bone, seperti kebanyakan daerah lainnya, masih memiliki ketergantungan besar terhadap transfer dana dari pemerintah pusat. Selain itu, PAD Bone juga belum cukup besar untuk menutupi pengeluaran sebesar itu.

“Bantuan sebesar itu sebetulnya sangat memberatkan jika tidak ada sumber pendapatan yang signifikan untuk menutupi. Pemerintah harus mempertimbangkan pengaruh janji tersebut terhadap kelangsungan program-program lain di kabupaten, dan terutama apakah Bone punya sumber pendapatan lain yang cukup untuk membiayai janji ini,” ujar Yusdianto ketika dihubungi melalui WhatsApp, Selasa (12/11/2024).

Ia juga menyoroti potensi dampak negatif jika pemerintah daerah hanya mengandalkan pinjaman atau utang untuk menutupi program tersebut.

“Jika anggaran daerah hanya bergantung pada pinjaman atau utang untuk memenuhi janji-janji kampanye, maka itu akan membebani pemerintah daerah dan pada akhirnya masyarakat sendiri yang harus menanggung dampaknya. Utang yang besar tanpa kemampuan bayar yang jelas akan berdampak buruk bagi keberlanjutan pembangunan daerah,” tambahnya.

Menurut Dr. Yusdianto, dalam hal membantu masyarakat meningkatkan taraf hidup, janji sebesar Rp7 juta per bulan tidak harus dilakukan dengan bentuk bantuan tunai langsung yang besar.

“Alternatif lain yang lebih realistis mungkin adalah dengan menyediakan program-program yang fokus pada pemberdayaan ekonomi, misalnya pelatihan keterampilan, bantuan modal usaha, atau pengembangan infrastruktur di tingkat desa yang langsung mendukung kegiatan ekonomi warga,” jelasnya.

Ia mencontohkan, banyak kabupaten di Indonesia yang mulai mengarahkan program-program bantuan menjadi lebih berbasis pada pemberdayaan ekonomi masyarakat.

Dengan cara ini, masyarakat tidak hanya menerima bantuan tunai yang mungkin hanya digunakan untuk kebutuhan konsumtif, tetapi juga mendapat dukungan untuk membangun usaha dan ekonomi mereka secara berkelanjutan.

“Jika memang berkomitmen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, ada baiknya mereka mempertimbangkan program-program yang lebih berorientasi pada jangka panjang, misalnya memberikan pelatihan keterampilan kerja, menciptakan lapangan pekerjaan, atau memberikan akses modal bagi usaha mikro kecil menengah (UMKM). Program-program seperti ini lebih berdampak untuk jangka panjang,” katanya.

Janji pasangan Tegak Lurus untuk memberikan Rp7 juta per bulan per kepala keluarga ini menjadi sorotan, baik di kalangan masyarakat maupun pengamat. Sementara banyak warga yang merasa antusias dengan janji ini, sejumlah akademisi dan pengamat mengingatkan pentingnya realisasi program yang disesuaikan dengan kemampuan anggaran daerah.

Dr. Yusdianto menegaskan bahwa janji kampanye haruslah realistis dan berdasarkan kajian matang. “Janji politik memang penting untuk menggalang dukungan, namun kandidat juga harus berhati-hati agar tidak menimbulkan harapan palsu bagi masyarakat. Jika janji tidak dilandasi dengan perhitungan yang rasional, maka dampaknya bisa sangat buruk, baik bagi pemerintah daerah maupun masyarakat itu sendiri,” ujarnya.

Dari perspektif pengelolaan anggaran, pasangan Tegak Lurus diharapkan untuk mengkaji ulang kebijakan mereka agar dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat tanpa mengorbankan program-program pembangunan lainnya.

Masyarakat pun diimbau untuk lebih cermat dalam menyikapi janji politik, sehingga harapan yang diberikan tidak sekadar janji manis, tetapi benar-benar dapat dilaksanakan dengan baik dan bermanfaat bagi kesejahteraan bersama.

Berita Terkait :