Trends.co.id, Paris – Prancis – Ada sesuatu yang tak bisa dijelaskan tentang Paris di musim gugur – udara yang berbisik lembut, dedaunan yang menari perlahan di bawah sinar matahari keemasan, dan langit yang berwarna jingga muda menjelang senja. Dua hari memang terasa terlalu singkat untuk kota seindah ini, tapi bersama rombongan travel Jalan Langit, waktu seolah melambat – cukup untuk jatuh cinta, meski hanya sekejap.
Dipandu oleh tiga sosok yang penuh semangat, Tour Leader senior Harmini, Agil dan Ali Sobri, perjalanan ini dimulai dengan senyum, tawa, dan rasa kagum yang tak pernah berhenti. Paris di musim gugur itu seperti kanvas hidup. Dedaunan maple berwarna keemasan gugur di jalanan. Setiap sudutnya punya cerita, dan setiap langkah selalu terasa romantis.

“Yang menarik dari musim gugur adalah suasananya – saat orang menikmati cinta dan perasaan. Kami menyebutnya romantic autumn. Kalau di musim lain vibes-nya berbeda. Kenapa kami selalu memilih perjalanan di musim gugur? Karena setiap sudut kota terasa lebih hidup, hangat, dan penuh cerita,” ujar Harmini, Founder sekaligus Tour Leader senior Jalan Langit.

Hari pertama Senin pagi, 10 November 2025 dimulai dengan pemandangan yang membuat semua mata berbinar – Menara Eiffel. Berdiri megah di tengah kota, menara ini seolah menyambut para pengunjung dengan pelukan baja dan cahaya.
Rombongan Jalan Langit berjalan menyusuri taman di sekitarnya, berfoto di antara pepohonan yang mulai meranggas, lalu perlahan naik ke atas menara. Dari ketinggian, Paris terlihat seperti lautan atap dan sungai yang berkelok lembut.
Untuk bisa menikmati panorama ini, pengunjung perlu membayar sekitar Rp 1,2 juta atau 62 euro, tapi rasanya sepadan.
Angin musim gugur yang sejuk, aroma kopi dari kafe di bawah, dan gemerlap kota di kejauhan – semuanya berpadu menjadi pengalaman yang tak tergantikan.
Hal ini diungkapkan salah satu wisatawan asal Indonesia, Iie zubaedah.
“Menurutku dengan harga segitu tu sepadan dengan pengalaman yang kita terima, cukup untuk sebuah pengalaman yang menakjubkan yang diberikan dengan menikmati sensasi di atas menara yang paling populer di dunia,” ujar Iie.
Bagi para pecinta parfum, Benlux adalah surga kecil di tengah kota cinta. Di sinilah harum Gucci, Dior, Chanel, YSL, dan Versace dll bertemu dalam satu ruangan yang mewah. Tapi yang paling menarik bukan hanya koleksi parfumnya, melainkan kehangatan yang terasa begitu dekat.
“SPG-nya orang Indonesia,” cerita Agil. “Jadi, kita bisa ngobrol santai, bahkan dapat harga spesial. Dan yang gak kalah penting setiap kita belanja dapat tax refund,” ujar Agil.
Dari setiap botol parfum yang dibeli, seakan ada sepotong Paris yang bisa dibawa pulang – aroma yang akan mengingatkan pada dedaunan kering di tepi jalan dan sinar lampu yang menari di malam hari.
“Paris ini terkenal dengan produksi parfum terbaik di dunia, ada banyak parfum lokal yang bagus, sayang jika tidak membelinya untuk koleksi,” kata Agil.

Petualangan berlanjut ke Museum Louvre, tempat di mana waktu seolah berhenti. Bangunan yang dulunya istana kerajaan itu kini menjadi rumah bagi ribuan karya seni dunia – termasuk Mona Lisa, lukisan yang senyumnya masih menyimpan misteri hingga kini.
Di antara lorong-lorong luas dan patung-patung klasik, langkah kaki terasa ringan namun hati penuh rasa kagum. Setiap dinding, setiap relief, bercerita tentang peradaban, cinta, dan sejarah. Di halaman depannya, piramida kaca berdiri anggun, memantulkan langit Paris yang berawan lembut.

Menjelang senja, perjalanan membawa rombongan ke Seine River Cruise. Kapal perlahan bergerak menelusuri sungai, melewati bangunan bersejarah yang berdiri seperti penjaga waktu.
Dari dek atas, pemandangan Menara Eiffel yang mulai berkilau menjadi momen paling ditunggu. Tiketnya seharga Rp 550.000 atau 28 euro, tapi suasana yang ditawarkan terasa tak ternilai.

Ketika lampu-lampu menara mulai menyala, semua orang di kapal spontan bertepuk tangan. Itu momen paling magis – seolah Paris sedang tersenyum untuk kita.

Hari kedua, langkah membawa mereka ke Arc de Triomphe, atau yang dikenal sebagai Pintu Kemenangan Paris. Monumen ini berdiri kokoh di tengah Place de l’Étoile, seolah menjadi penjaga kejayaan masa lalu Prancis.
Dibangun atas perintah Napoleon Bonaparte untuk memperingati kemenangan militer, monumen ini menyimpan kisah heroik di setiap reliefnya. Di bawah lengkungannya, api abadi menyala di makam prajurit tak dikenal – simbol penghormatan yang membuat siapa pun terdiam sejenak.
Dari puncaknya, pemandangan Paris terbentang indah – jalan-jalan lebar yang bertemu di satu titik, gedung-gedung klasik yang berbaris rapi, dan di kejauhan, Menara Eiffel berdiri gagah seperti penjaga langit kota cinta.

Sebelum meninggalkan Paris, rombongan singgah di Galeries Lafayette – pusat mode dunia yang berkilau dengan brand-brand mewah seperti Louis Vuitton, Prada, Chanel, Longchamp hingga Dior.
Bukan sekadar belanja, tapi menikmati pesona arsitektur kaca berornamen dan kubah megah yang menjadi mahakarya tersendiri. Dari rooftop-nya, pemandangan kota Paris di sore hari terlihat menenangkan – warna langit keemasan menyatu dengan bayangan bangunan klasik.

Dua hari di Paris bersama Jalan Langit memang terasa singkat, tapi setiap detiknya menyimpan kisah yang tak mudah dilupakan. Seperti yang diucapkan Agil di akhir perjalanan,
“Kalau kamu pernah menapakkan kaki di Paris, kamu tak akan pernah benar-benar pergi. Karena sebagian hatimu akan selalu tertinggal di sana,” ujar Harmini.
Paris bukan sekadar destinasi, tapi perasaan. Dan di musim gugur yang lembut, setiap langkah di kota ini menjadi puisi – tentang cinta, cahaya, dan keindahan yang abadi.