Wacana Alih Status Jalan oleh BerAmal, Mungkinkah?

Foto Andim Mardana
sosmed-whatsapp-green
Trends.co.id Hadir di WhatsApp Channel
Follow

TRENDS.CO.ID, Bone – Debat kedua Pilkada Kabupaten Bone pada Senin malam (11/11/24) memunculkan kontroversi terkait salah satu usulan dari pasangan calon nomor urut 3, BerAmal (Andi Asman Sulaiman dan Andi Akmal Pasluddin). Paslon ini mengajukan wacana penurunan status jalan kabupaten menjadi jalan desa sebagai langkah yang diklaim dapat meningkatkan akses dan keterjangkauan perbaikan infrastruktur di wilayah pedesaan.

Usulan tersebut langsung mendapat tanggapan dari pakar dan pejabat setempat. Dr. Yusdianto, pengamat pemerintahan dari Universitas Lampung, memberikan pandangan kritis terkait wacana ini.

“Penurunan status jalan atau downgrade memang bisa dilakukan secara regulasi, tetapi tetap membutuhkan pertimbangan mendalam. Tidak semua desa punya kapasitas anggaran dan kemampuan untuk mengelola infrastruktur jalan,” ujarnya saat dihubungi melalui panggilan WhatsApp, Selasa (12/11/2024).

Menurut Yusdianto, perubahan status jalan akan menuntut kesiapan anggaran desa yang lebih besar. Ia memperingatkan agar langkah ini tidak memberatkan desa yang mungkin belum memiliki kemampuan finansial memadai. “Status jalan itu bisa naik menjadi jalan provinsi atau turun menjadi jalan desa. Namun, proses ini harus melihat kemampuan anggaran dan kapasitas daerah untuk memeliharanya,” jelas Yusdianto.

Selain itu, Yusdianto menyoroti aspek regulasi yang harus diikuti. Perubahan status jalan, baik menjadi status yang lebih tinggi atau lebih rendah, tetap memerlukan persetujuan DPRD dan tinjauan dari pemerintah provinsi. Tanpa persetujuan tersebut, usulan ini bisa terhambat di tingkat administratif.

Kabid Jalan DBMCKTR Kabupaten Bone, Khomeini, memberikan contoh bagaimana penurunan status jalan sudah terjadi di wilayahnya. Beberapa ruas jalan di Bone, seperti jalan di Kecamatan Ulaweng dan Sungai Brantas di Kelurahan Cellu, telah mengalami perubahan status.

“Di Sumpanglabbu, yang sebelumnya adalah jalan nasional, statusnya diturunkan menjadi kewenangan kabupaten. Panjangnya sekitar 17 kilometer yang kemudian diperbaiki. Begitu pula jalan di Sungai Brantas, yang dulunya jalan kabupaten, kemudian diambil alih pusat, namun dikembalikan lagi menjadi kewenangan kabupaten,” jelas Khomeini.

Namun, penurunan status jalan tidak selalu mudah. Pengelolaan dan perawatan jalan di tingkat desa menuntut anggaran yang signifikan. Jika desa tidak memiliki sumber dana mandiri seperti pendapatan dari sektor tambang atau sumber daya alam lainnya, pemeliharaan jalan bisa menjadi tantangan yang berat.

Di kalangan masyarakat, usulan pasangan BerAmal ini menimbulkan pro dan kontra. Sebagian warga mendukung karena berharap perbaikan jalan desa akan lebih cepat dilakukan jika dikelola langsung di tingkat lokal. Namun, kekhawatiran muncul terkait beban biaya perawatan yang mungkin tidak sanggup ditanggung desa.

“Kami setuju jika itu mempermudah perbaikan jalan di desa, tapi kami juga khawatir kalau nanti desa tidak punya cukup dana untuk mengelolanya,” ungkap seorang warga dari Kecamatan Ulaweng yang mengikuti debat melalui siaran langsung.

Rencana pasangan BerAmal ini membuka diskusi baru di tengah masyarakat Bone tentang bagaimana pemerintah daerah dapat lebih mendekatkan pembangunan infrastruktur ke masyarakat. Namun, tantangan regulasi, kesiapan anggaran, dan kapasitas desa dalam mengelola infrastruktur jalan masih menjadi sorotan utama yang perlu diatasi sebelum usulan ini dapat diwujudkan.

Berita Terkait :