Waspada Bahaya Mengintai Anak di Ruang Digital, Begini Cara Mencegahnya!

SEJIWA Foundation memberikan sesi edukasi kepada para siswa SMAN 48 Jakarta/Istimewa
sosmed-whatsapp-green
Trends.co.id Hadir di WhatsApp Channel
Follow

TRENDS.CO.ID – Dunia digital telah menjadi bagian dari kehidupan anak-anak sehari-hari. Namun, di balik kemudahan dan akses informasi yang ditawarkan, ruang digital juga menyimpan berbagai ancaman serius bagi tumbuh kembang anak. Dalam momentum Hari Anak Nasional (HAN) 2025, Diena Haryana, Psikolog Anak dan Remaja dari Sejiwa Foundation, mengingatkan seluruh elemen masyarakat, khususnya orang tua, untuk lebih waspada dan aktif melindungi anak dari bahaya dunia digital.

“Sebetulnya, kesejahteraan anak-anak itu ada di tangan kita semua sebagai orang dewasa yang mendukung tumbuh kembang mereka. Dunia nyata dan dunia digital tidak terpisahkan, dan anak perlu berkembang di keduanya secara seimbang,” ujar Diena saat roadshow di SMA Negeri 48 Jakarta kolaborasi TikTok dan Sejiwa Foundation, Kamis (24/7/2025).

Dunia Digital: Dua Sisi Mata Uang

Diena menjelaskan bahwa paparan digital yang berlebihan tanpa pengawasan dapat menghambat perkembangan otak anak yang masih tumbuh hingga usia 25 tahun. Oleh karena itu, ia memperkenalkan pendekatan Resep 3S untuk membimbing anak-anak tetap sehat secara digital:

  • Screen Time: Batasi waktu anak di depan layar. Idealnya maksimal satu jam per hari untuk anak-anak.
  • Screen Break : Beri jeda secara berkala saat menggunakan perangkat digital, agar otak tetap aktif secara seimbang.
  • Screen Zone: Terapkan zona bebas gawai di rumah, seperti kamar tidur, ruang makan, dan kamar mandi. Zona-zona ini sangat penting karena seringkali menjadi tempat terjadinya penyalahgunaan digital, bahkan potensi pelecehan online seperti sextortion. “Banyak kasus terjadi justru di tempat yang seharusnya aman. Di kamar mandi, misalnya, anak bisa tanpa sadar mengambil gambar pribadi dan kemudian jadi korban sextortion,” kata Diena.

Ancaman Nyata: Sextortion dan Predator Digital

Menurut Diena, bentuk kejahatan seperti sextortion – eksploitasi seksual yang terjadi secara online meningkat seiring maraknya penggunaan media sosial di kalangan anak dan remaja.

“Satu anak saja yang menjadi korban sudah sangat serius. Ini bukan sekadar soal angka statistik, tetapi kepedulian kita bersama,” tegasnya.

Ia pun mengapresiasi TikTok yang telah mengambil langkah proaktif dalam perlindungan anak melalui berbagai fitur keamanan berbasis teknologi.

Fitur Pelibatan Keluarga TikTok

“Hari Anak Nasional adalah momen untuk merayakan kreativitas dan potensi generasi penerus Indonesia. TikTok hadir untuk mendukung mereka berekspresi, membangun rasa percaya diri, dan membentuk kebiasaan digital yang sehat dan positif. Dengan pembaruan dalam Pelibatan Keluarga, kami berharap orang tua dan remaja di TikTok dapat lebih aktif berdiskusi dan terkoneksi dengan keluarga untuk menciptakan pengalaman digital yang bermanfaat dan aman,” ungkap Anggini Setiawan, Direktur Komunikasi TikTok Indonesia.

Sejak meluncurkan fitur Pelibatan Keluarga di TikTok lima tahun lalu, TikTok terus menambahkan fitur baru berdasarkan tanggapan dari keluarga serta panduan dari para ahli. Kini, TikTok meningkatkan fitur Pelibatan Keluarga dengan menghadirkan cara bagi orang tua untuk mengatur waktu penggunaan TikTok bagi remaja mereka. Setiap remaja dan keluarga memiliki kebutuhan yang berbeda baik saat waktu keluarga, sekolah, malam hari, atau saat liburan akhir pekan.

Kini, pengasuh atau wali dapat menggunakan fitur baru Time Away (Waktu Istirahat) untuk menentukan kapan remaja mereka harus beristirahat dari TikTok. Orang tua juga dapat menjadwalkannya secara berulang sesuai kebutuhan keluarga. Jika ada perubahan rencana, remaja dapat mengajukan permintaan tambahan waktu, tetapi keputusan akhir tetap ada di tangan orang tua.

TikTok juga menambahkan fitur yang memungkinkan orang tua melihat siapa yang diikuti oleh remaja mereka di TikTok, siapa yang mengikuti mereka, serta akun yang telah mereka blokir. Dengan visibilitas yang lebih besar terhadap jaringan sosial remaja mereka, orang tua dapat melakukan percakapan yang lebih baik serta membantu anak remaja mereka mengembangkan literasi digital yang dibutuhkan.

TikTok memahami bahwa orang tua ingin tahu lebih banyak tentang konten yang diakses remaja mereka di TikTok. Oleh karena itu, dalam beberapa minggu mendatang, ketika remaja melaporkan sebuah video yang menurut mereka melanggar aturan TikTok, mereka dapat memilih untuk memberi tahu orang tua, pengasuh, atau orang dewasa tepercaya pada saat yang sama, bahkan jika mereka tidak menggunakan fitur Pelibatan Keluarga.

Dengan pembaruan ini, orang tua kini dapat melihat atau menyesuaikan lebih banyak ragam fitur keamanan, kesejahteraan, dan privasi, termasuk:

  • Mengaktifkan kembali feed khusus STEM, jika remaja mereka sebelumnya telah mematikannya. Feed ini kini tersedia di lebih dari 100 negara, termasuk di Indonesia, dan dinikmati oleh jutaan remaja setiap minggu.
  • Menetapkan batas waktu penggunaan harian yang dapat disesuaikan. Misalnya, orang tua dapat memilih untuk membatasi penggunaan TikTok hingga 30 menit pada hari sekolah tetapi memberi waktu lebih lama di akhir pekan. Jika batas waktu yang ditetapkan orang tua telah tercapai, remaja hanya dapat menggunakan TikTok jika orang tua membagikan kode akses unik. Bahkan jika orang tua tidak menyesuaikan pengaturan waktu layar, setiap pengguna di bawah 18 tahun secara default memiliki batas waktu harian 60 menit.
  • Mengembalikan akun remaja mereka ke pengaturan privasi secara default (akun pribadi) jika sebelumnya mereka mengubahnya menjadi publik.

Selain terus mengembangkan fitur keamanan, TikTok berkomitmen membekali remaja dengan literasi digital melalui pendekatan edukatif. Sejak akhir 2024 hingga akhir 2025, TikTok melaksanakan program school roadshow “Seru Berkreasi dan #SalingJaga” bersama Sejiwa Foundation. Di program ini, murid remaja sekolah aktif membahas topik keamanan digital bersama TikTok, Sejiwa, dan kreator muda TikTok, sekaligus menjajaki kanal edukasi TikTok seperti laman STEM.

Mengingat pentingnya peran orang tua dalam mendampingi aktivitas digital anak remajanya, tahun ini TikTok bermitra dengan Keluarga Kita untuk menyusun modul panduan literasi digital bagi orang tua, pelatihan literasi digital di seluruh Indonesia, serta edukasi fitur Pelibatan Keluarga TikTok. Program ini ditargetkan menjangkau lebih dari 6.000 orang tua dengan anak remaja di seluruh Indonesia.

Merayakan Hari Anak Nasional, TikTok mengajak lebih banyak pihak untuk bahu-membahu menciptakan ruang digital yang lebih aman dan positif bagi generasi muda Indonesia.

Kreativitas vs. Screen Time: Mana Batas Aman?

Menyikapi fenomena anak-anak yang menjadi content creator, Diena juga menjelaskan pentingnya membedakan antara screen time pasif (seperti scrolling tanpa tujuan) dengan screen time aktif (misalnya saat menciptakan konten edukatif atau kreatif).

“Screen time yang bersifat pasif sebaiknya dibatasi satu jam per hari. Namun jika anak menggunakan gawai untuk menciptakan sesuatu, seperti menggambar digital atau membuat video edukasi, itu tetap harus diawasi tapi bisa lebih fleksibel,” katanya.

Tanggung Jawab Utama Tetap di Tangan Orang Tua

Menurut Diena, anak-anak tidak boleh dibiarkan menjelajahi ruang digital sendirian. Seperti di dunia nyata, mereka tetap memerlukan pendamping.

“Namanya anak, tidak boleh sendiri. Harus bersama orang dewasa. Karena itu penting sekali edukasi bukan hanya untuk anak, tapi juga untuk orang tua,” ungkapnya.

Ia mendorong lebih banyak sekolah dan keluarga mengintegrasikan literasi digital ke dalam pendidikan dan pengasuhan. “Kalau anak dan orang tua saling terbuka, saling menjaga, insyaallah anak-anak akan aman di dunia digital,” tambah Diena.

Ke Mana Harus Mengadu?

Jika anak terlanjur kecanduan gawai atau menunjukkan tanda-tanda gangguan akibat dunia digital, Diena merekomendasikan segera berkonsultasi dengan tenaga ahli. Salah satunya ke Divisi Psikiatri Anak dan Remaja di RSCM, di mana dr. Christian Asiste mitra Sejiwa menangani adiksi digital dengan pendekatan ilmiah.

“Semakin cepat ditangani, semakin besar kemungkinan anak pulih. Tapi jangan tunggu parah dulu. Anak-anak itu cepat belajar dan cepat sembuh jika kita tanggap,” pesannya.

Ruang digital bisa menjadi arena eksplorasi yang sehat dan positif bagi anak-anak jika didampingi dengan tepat. Sinergi antara orang tua, platform digital seperti TikTok, sekolah, dan psikolog menjadi kunci utama menjaga masa depan anak-anak Indonesia tetap cemerlang dan aman.

Berita Terkait :