
Antibiotik seringkali menjadi “senjata utama” pengobatan dalam dunia medis. Namun, penggunaannya yang berlebihan dan tidak tepat justru melahirkan musuh baru: resistensi antimikroba (AMR). Ancaman inilah yang dibahas mendalam dalam seminar Continuing Medical Education (CME) bertajuk “Behind Every Prescription: The Power of Antimicrobial Stewardship” yang digelar Royal Progress Hospital bersama Innoquest Laboratorium pada akhir Agustus 2025.
Seminar ini menjadi kelanjutan dari kolaborasi kedua pihak sejak Desember 2024, dengan menghadirkan teknologi diagnostik global yang diharapkan mampu membantu dokter mengambil keputusan terapi berbasis data.
“Lebih dari tiga dekade pengalaman Pathology Asia Holdings di Asia Tenggara menjadi modal utama kami untuk menghadirkan laboratorium berkelas dunia di Indonesia. Kolaborasi dengan Royal Progress Hospital ini bukan hanya tentang teknologi, tetapi tentang menghadirkan harapan baru bagi pasien melalui diagnosis yang lebih tepat dan hasil klinis yang lebih baik,” ujar Yosua Gunawan, Chief Operating Officer Innoquest Indonesia di Jakarta, Sabtu (30/8/2025).
Nada serupa juga disampaikan Direktur PT Royal Progress sekaligus CEO Progress Healthcare Derice Sumantri. Ia berharap, kolaborasi pihaknya dengan laboratorium berstandar internasional dapat memberi layanan yang lebih cepat dan tepat bagi pasien.
Derice menekankan, “Sebagai rumah sakit yang telah melayani pasien sejak 1991, kolaborasi kami dengan Innoquest adalah bagian dari komitmen terhadap keselamatan pasien berstandar internasional… Harapan saya, dengan adanya laboratorium berstandar internasional, RS Royal Progress dapat memberikan hasil lebih cepat, tepat, dan accountable.”
Resistensi Kuman: Masalah Global, Solusi Multidisiplin
Isu resistensi antibiotik bukan sekadar jargon medis, melainkan kenyataan yang dihadapi rumah sakit sehari-hari. Itulah mengapa seminar ini menghadirkan jajaran pakar lintas bidang: Prof. Dr. dr. Rianto Setiadudy, Sp.FK (Farmakologi Klinik), Dr. dr. Latre Buntaran, Sp.MK(K) (Mikrobiologi Klinik), Prof. Dr. dr. Amir S. Madjid, Sp.An-KIC (Intensive Care), serta dr. Adeline Intan Pratiwi Pasaribu, Sp.PD (Penyakit Dalam).
“Antibiotic Stewardship pada dasarnya adalah cara mengatur penggunaan antibiotik agar tepat sasaran—baik jenis, dosis, maupun durasinya. Dengan begitu, antibiotik tetap efektif melawan penyakit dan risiko resistensi bisa ditekan,” tegas Prof. Rianto.
Dr. Latre menambahkan bahwa strategi rumah sakit sangat krusial. “Resistensi kuman tidak bisa dicegah hanya dengan tindakan dokter saja. Rumah sakit perlu punya strategi menyeluruh—mulai dari edukasi tenaga medis, aturan kebijakan, hingga pemantauan data resistensi di lapangan.”
Sementara itu, Prof. Amir mengingatkan akan bahaya resistensi di ruang perawatan kritis. “ICU adalah area paling rawan terjadinya resistensi. Karena itu, pemantauan antibiotik di ICU harus ekstra ketat dan melibatkan banyak pihak,” ujarnya.
Sementarai aspek individualisasi pasien pun mendapat sorotan dari dr. Adeline. Menurutnya, dosis dan durasi penggunaan antibiotik bisa ditentukan oleh dokter berdasarkan prinsip pharmacokinetics dan pharmacodynamics.
“Setiap pasien punya kondisi berbeda, apalagi yang kompleks. Dengan prinsip pharmacokinetics dan pharmacodynamics, dokter bisa menentukan dosis dan lama penggunaan antibiotik yang paling pas—cukup kuat melawan infeksi, tapi tetap aman bagi tubuh pasien.”
Moderator seminar, dr. Pande Pathni, Sp.PK, kemudian merangkum: “Kunci melawan resistensi kuman adalah penggunaan antibiotik yang cerdas… semua itu hanya bisa berhasil bila dilakukan secara multidisiplin: dokter, perawat, farmasis, mikrobiolog, hingga tim pengendalian infeksi, bekerja sebagai satu kesatuan.”
Direktur Utama Royal Progress Hospital, Dr. Ivan R. Setiadarma, MM, yang turut membuka seminar, menegaskan bahwa acara ini lebih dari sekadar forum ilmiah.
“Melalui acara ini, kami berharap dapat menjadi pelopor penerapan Antimicrobial Stewardship yang komprehensif… Kolaborasi dengan Innoquest Indonesia dapat berjalan maksimal dalam hal pengembangan layanan kesehatan yang mengutamakan ketepatan diagnosa dan keselamatan pasien.”
Seminar ini pun mendapat dukungan SKP Kemenkes, sehingga diharapkan dapat menjadi motor penggerak kesadaran AMS di Indonesia. Diskusi interaktif juga memberikan wawasan praktis: mulai dari menjaga pengendalian infeksi di ICU, menentukan dosis antibiotik yang tepat, hingga memperkuat peran tim PPI (Pencegahan dan Pengendalian Infeksi).
Melalui acara edukatif seperti ini, Royal Progress Hospital bersama Innoquest Laboratorium berkomitmen menjadikannya agenda rutin—menghadirkan inspirasi dari perspektif global, demi kualitas layanan kesehatan Indonesia yang lebih baik.