Trends.co.id, Jakarta – Belakangan ini, cuaca ekstrem di berbagai wilayah Indonesia terasa semakin “menyengat”. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pun telah memperingatkan masyarakat terhadap cuaca panas ekstrem yang masih berlangsung hingga awal November 2025. Fenomena cuaca panas yang akhir-akhir ini dirasakan di berbagai wilayah Indonesia — seperti Jabodetabek, Bali, Surabaya, Yogyakarta, Sulawesi, dan Kalimantan, bukan tanpa sebab. Ada beberapa faktor ilmiah yang berperan:
Gerak Semu Matahari
Setiap tahunnya, posisi semu matahari terlihat “berpindah” dari utara ke selatan ekuator dan sebaliknya. Saat ini, matahari berada di sekitar atau di selatan garis ekuator, yang artinya wilayah Indonesia bagian selatan (termasuk Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara) mendapat paparan sinar matahari lebih langsung dan intens. Inilah yang membuat suhu udara terasa lebih panas dari biasanya, terutama di siang hari.
Pengaruh Angin Monsun Australia
Pada periode tertentu, Monsun Australia berembus menuju Indonesia dan membawa massa udara kering serta panas dari Benua Australia. Udara yang kering ini menyebabkan pembentukan awan menjadi minim, sehingga langit lebih cerah dan sinar matahari langsung mengenai permukaan bumi tanpa banyak halangan. Akibatnya, panas yang dirasakan pun meningkat signifikan.
Kondisi Atmosfer Lokal dan Urban Heat Island
Di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, atau Denpasar, panas juga diperparah oleh efek “pulau panas perkotaan” (urban heat island), yaitu peningkatan suhu akibat padatnya bangunan, aspal, dan minimnya ruang hijau. Permukaan keras tersebut menyerap dan memantulkan panas lebih banyak, membuat suhu lingkungan sekitar terasa lebih tinggi.
Fenomena Global dan Perubahan Iklim
Selain faktor lokal, perubahan iklim global ikut memperburuk kondisi ini. Peningkatan suhu rata-rata bumi (global warming) membuat cuaca ekstrem — termasuk gelombang panas — terjadi lebih sering dan lebih lama.
Bahkan saking panasnya, banyak netizen yang membuktikan lewat unggahan di TikTok dan Instagram — menggoreng telur dan nugget di bawah teriknya matahari tanpa kompor gas. Kebayang nggak, Trendies, sepanas itu loh cuaca di Indonesia sekarang.
Fenomena ini bukan sekadar viral di media sosial, tapi juga jadi pengingat pentingnya menjaga kulit dari paparan sinar matahari yang makin ekstrem. Sinar UV yang tinggi bisa membuat kulit cepat kusam, timbul flek hitam, bahkan mempercepat tanda-tanda penuaan dini. Nah, untuk menghindarinya Trendies wajib menggunakan sunscreen setiap hari, tapi seperti apa dan bagaimana penggunaan sunscreen yang tepat di tengah cuaca panas ini? Simak tips berikut ini ya Trendies..
Dalam konteks kesehatan kulit, sunscreen (tabir surya) merupakan produk pelindung kulit yang berfungsi mengurangi atau mencegah kerusakan akibat paparan sinar ultraviolet (UV) dari matahari. Maknanya tidak sekadar kosmetik, tapi juga perlindungan medis dan preventif terhadap:
Sinar UVB, yang menyebabkan kulit terbakar (sunburn),
Sinar UVA, yang mempercepat penuaan kulit dan menimbulkan flek hitam,
Serta berperan penting dalam mencegah risiko kanker kulit akibat paparan sinar UV jangka panjang.
Cara Tepat Pakai Sunscreen
Pada kondisi panas saat ini, penggunaan sunscreen yang benar dengan memperhatikan kandungan, jumlah dan frekuensi penggunaan. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI) memaparkan kandungan paling tepat untuk iklim tropis Indonesia ini dengan memilih sunscreen berlabel “Broad Spectrum” atau “PA+++” dan “SPF 30 atau lebih”. Sementara untuk jumlah yang benar adalah 2 mg/cm² kulit atau kira-kira 1 gelas seloki (±30 ml) untuk seluruh badan sementara untuk wajah + leher sebanyak ½ sendok teh.
Trendies juga harus memperhatikan waktu pemakaiannya, untuk penggunaan pertama sebelum keluar rumah dan terpapar sinar matahari, oleskan sunscreen dalam kondisi kulit kering atau sedikit lembap dan tunggu selama 15 sampai 20 menit agar kandungan terserap dengan maksimal. Dilansir dari American Academy of Dermatology menyebutkan frekuensi pengulangan sunscreen juga harus dilakukan setiap ±2 jam khususnya bagi Trendies yang beraktivitas di luar ruangan dan terpapar matahari terus menerus.
Khusus di daerah pantai seperti Bali, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat, Maluku dan wilayah kawasan laut lainnya direkomedasikan reef-friendly sunscreen.
Apa yang dimaksud “reef-friendly sunscreen” ?
Reef-friendly sunscreen adalah tabir surya yang ramah terhadap ekosistem laut, terutama terumbu karang (coral reef) dan biota laut lainnya. Istilah ini muncul karena beberapa bahan kimia dalam sunscreen biasa dapat mencemari laut dan merusak terumbu karang, bahkan dalam konsentrasi sangat kecil. Biasanya, produk ini tidak mengandung oxybenzone dan octinoxate, dua zat yang diketahui dapat menyebabkan pemutihan karang dan mengganggu kehidupan laut.
Ciri-ciri sunscreen yang reef-friendly mengandung filter UV fisik atau mineral seperti zinc oxide dan titanium dioxide yang lebih disarankan dalam bentuk non-nano, agar partikel tidak terlarut di air laut. Trendies dapat melihatnya pada list kandungan di kemasan produk dan perhatikan pada bagian active ingredients atau ingredients, jika Trendies melihat zinc oxide atau titanium dioxide kemungkinan besar produk tersebut reef-friendly dan pastikan tidak ada nama seperti oxybenzone, octinoxate, ctocrylene. Agar lebih yakin Trendies juga bisa mencari label tambahan seperti :
Atau Trendies juga bisa memilih sunscreen yang mencatumkan “100% mineral sunscreen” atau “physical sunscreen only” biasanya aman untuk laut.
Mulai sekarang, yuk biasakan membaca label ingredients dan menggunakan sunscreen dengan tepat ya Trendies..