
Indonesia yang kaya sumber daya alam masih belum berdaulat dalam sektor energi. Dominasi asing dan kebijakan kontroversial membuat kedaulatan energi hanya sebatas ilusi. Simak ulasannya di sini.
TRENDS.CO.ID, Opini – Indonesia, negeri kaya sumber daya alam yang dikenal sebagai zamrud khatulistiwa, masih menyimpan ironi besar dalam pengelolaan energinya. Meski telah merdeka sejak 1945, penguasaan terhadap sektor energi nasional justru masih berada dalam cengkeraman asing, menjadikan kedaulatan energi seperti fatamorgana di padang pasir.
Sejak masa kolonial, wilayah Nusantara menjadi incaran bangsa Eropa karena kekayaan alamnya. Kini, dalam bentuk yang lebih modern, energi menjadi alat dominasi baru. Negara-negara adidaya menggunakan berbagai cara, dari kerja sama ekonomi hingga intervensi kebijakan, untuk menguasai sumber daya energi Indonesia.
Pasca kejatuhan Presiden Soekarno pada 1967, pintu liberalisasi sumber daya dibuka lebar dengan disahkannya Undang-Undang Penanaman Modal Asing (UU No. 1 Tahun 1967). Hal ini memberikan jalan bagi masuknya korporasi asing dalam pengelolaan sumber energi nasional. Kini, akuisisi saham dan perusahaan strategis oleh entitas asing kian marak terjadi.
Minyak dan gas bumi (migas) sebagai kebutuhan vital nasional justru tidak sepenuhnya dikuasai oleh negara. Beberapa pasal dalam UU Migas dianggap bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945 yang menegaskan bahwa kekayaan alam harus dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kritik keras diarahkan pada pasal-pasal yang membuka peluang dominasi asing, seperti Pasal 1 ayat (23), (24), dan Pasal 44.
Kondisi ini memperparah ancaman krisis energi nasional. Cadangan energi fosil terus menipis akibat eksploitasi besar-besaran, sementara ketergantungan terhadap sumber ini masih tinggi. Meskipun energi terbarukan mulai dikembangkan, upaya transisi dinilai masih lambat dan belum merata.
Pengamat energi menilai bahwa kebijakan sektor migas saat ini perlu dibenahi secara fundamental. Penghapusan UU Migas dan reformasi kebijakan energi menjadi hal mendesak demi mengembalikan kedaulatan energi Indonesia. Jika tidak segera diatasi, rakyat Indonesia berpotensi menjadi penonton di negeri sendiri—kaya sumber daya, namun miskin kendali atasnya.
Mengutip pesan Presiden Soekarno, “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah, tapi perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri yang telah terjajah pikirannya.” Ungkapan tersebut terasa relevan hari ini, saat Indonesia harus bangkit dari bayang-bayang penjajahan gaya baru dan merebut kembali kendali atas masa depan energinya.
Meskipun Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah, pengelolaan sektor energi masih didominasi pihak asing akibat kebijakan liberalisasi sejak masa Orde Baru. Undang-Undang Migas yang berlaku saat ini dinilai bertentangan dengan konstitusi karena membuka peluang dominasi asing, yang berdampak pada menurunnya kedaulatan energi nasional. Kondisi ini diperburuk oleh eksploitasi energi fosil yang berlebihan dan lambatnya transisi ke energi terbarukan. Untuk mengatasi hal ini, dibutuhkan reformasi menyeluruh terhadap kebijakan energi agar Indonesia bisa kembali menguasai sumber dayanya sendiri demi kemakmuran rakyat.